Inovator Jadi Buronan: Skandal Jurist Tan dan Perampokan Uang Negara
![]() |
| Inovator In Crimes / Kredit : tweetsociety |
Kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook yang menyeret nama Jurist Tan bukan sekadar kisah pidana biasa, melainkan sebuah narasi tragis tentang ambiguitas moral di lingkaran kekuasaan. Sebagai mantan Staf Khusus Mendikbudristek yang dikenal memiliki rekam jejak cemerlang sebagai inovator dan alumni universitas bergengsi, keberadaannya yang kini menjadi buronan Kejaksaan Agung menimbulkan pertanyaan besar.
Bagaimana seorang yang dipercaya mengawal reformasi digital pendidikan justru diduga menjadi aktor utama dalam skandal yang merugikan negara hingga Rp 1,9 triliun? Ulasan kali ini akan menganalisis secara mendalam benturan antara image publik sebagai sosok berintegritas dan realitas hukum yang menuduhnya melalaikan tanggung jawab etika demi permufakatan jahat, sekaligus mengupas implikasi serius dari pengkhianatan kepercayaan publik dalam proyek strategis nasional.
Siapa Jurist Tan?
Jurist Tan seorang yang dikenal luas di ekosistem startup Indonesia dan disebut-sebut pernah terlibat dalam pengelolaan awal Gojek bersama Brian Cu. Informasi lain menyebut bahwa suami Jurist Tan merupakan petinggi Google Asia Tenggara dan berkewarganegaraan Australia.
Pendidikan dan Track record
Kisah Jurist Tan adalah ironi modern tentang potensi cemerlang yang berakhir tragis. Ia muncul sebagai representasi sempurna kaum profesional muda Indonesia dengan latar belakang pendidikan global. Jurist Tan meraih gelar sarjana dari Yale University dan kemudian melanjutkan studi di Harvard Kennedy School (MPA/ID) pada tahun 2015, menunjukkan kompetensi akademis yang luar biasa.
Track record inovasinya dimulai jauh sebelum ia terjun ke pemerintahan. Jurist adalah salah satu staf awal di Gojek (2010–2014), perusahaan startup yang kelak menjadi raksasa teknologi nasional. Posisinya sebagai Chief Operating Officer (COO) GOJEK di masa-masa awal menempatkannya sebagai figur kunci yang memahami seluk-beluk digitalisasi dan strategi pertumbuhan berbasis teknologi.
Kembali ke Tanah Air
Setelah kembali ke Tanah Air dengan bekal pendidikan elit, Jurist Tan membawa keahliannya dari dunia tech ke sektor publik. Ia menjabat sebagai Tenaga Ahli di Kantor Staf Presiden (KSP) sebelum kemudian diangkat menjadi Staf Khusus Bidang Pemerintahan Mendikbudristek, Nadiem Makarim, pada tahun 2019. Dalam peran ini, ia menjadi salah satu otak utama yang bertugas mengakselerasi program digitalisasi pendidikan nasional. Perannya sangat sentral, termasuk memimpin negosiasi dengan pihak Google yang berujung pada investasi bersama untuk pengadaan perangkat TIK berbasis ChromeOS.
Terlibat Skandal
Namun, karier yang menjanjikan ini runtuh total. Pada Juli 2025, Jurist Tan ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook tahun anggaran 2019-2022. Kasus ini menyebabkan kerugian negara ditaksir mencapai Rp 1,9 triliun.
Modus operandi yang dilakukan Jurist Tan dalam kasus pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek pada dasarnya adalah memanipulasi proses teknis dan rekomendasi. Sebagai mantan Staf Khusus, ia dituduh berperan aktif dan mengarahkan agar tim pengadaan membuat kajian yang 'mengunggulkan' laptop berbasis Chrome OS, meskipun awalnya ada hasil kajian yang menyebutkan perangkat tersebut kurang cocok digunakan di daerah terpencil dengan akses internet terbatas.
Dugaan permufakatan jahat ini bertujuan untuk 'mengunci' pilihan pengadaan agar mengarah pada Chromebook, padahal seharusnya proses pengadaan didasarkan pada kebutuhan dan kondisi lapangan yang sebenarnya agar anggaran triliunan rupiah itu bisa maksimal manfaatnya.
Singkatnya, perannya diduga seperti 'dalang' yang mengarahkan keputusan penting dari belakang layar. Jurist Tan, yang bukan pejabat struktural resmi, memanfaatkan posisinya untuk ikut serta dalam rapat-rapat strategis yang dipimpin Menteri. Dia dituduh ikut mendikte teknis pengadaan, sehingga spesifikasi dan rekomendasi kajian teknis dibuat sedemikian rupa untuk memilih Chromebook.
Akibatnya, banyak laptop yang dibeli dengan dana besar dari APBN dan DAK tersebut kurang termanfaatkan secara optimal, terutama di wilayah 3T, karena sangat bergantung pada koneksi internet yang stabil—hal yang ironis mengingat tujuan pengadaan adalah untuk pemerataan pendidikan digital.
Kini, ia berstatus buronan dan diduga berada di luar negeri, sementara pihak Kejaksaan Agung terus berupaya memulangkannya untuk mempertanggungjawabkan kerugian negara yang ditimbulkan.
Terbitnya Red Notice
Kejaksaan Agung bekerjasama dengan Interpol akhirnya menerbitkan status Red Notice Daftar Pencarian Orang (DPO) bagi Jurist Tan karena ia diduga kabur dan tidak memenuhi panggilan pemeriksaan, sementara laporan terakhir menunjukkan kekayaannya melonjak signifikan selama menjabat. Jurist Tan, yang tadinya dipandang sebagai jembatan antara dunia inovasi dan birokrasi, kini menjadi simbol tragis dari pengkhianatan terhadap etika dan tanggung jawab publik.

Posting Komentar